Agar Jangan Sampai Masaalah Lahan Di Desa Tanjung Semakin Melebar, Aparat Kepolisian Dan Jaksa Serta Pemkab Kepulauan Meranti Diminta Segera Bertindak.

 

Kepulauan Meranti, Selat Panjang gamawanews.com, Dengan semakin melebarnya masaalah dugaan Pemalsuan Penerbitan SKT ( Surat Keterangan Tanah ) perkarangan makam di Dusun Lalang Suir, Desa Tanjung, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau oleh Kades Tanjung M. Annas, yang sudah menjadi " Konsumsi Warga " dan terus mencuat ke pemberitaan. Aparat Kepolisian dan Kajari serta Pemkab Kapulauan Meranti, diminta segera mengambil sikap, dan jangan hanya menjadi penonton setia.

Sebagaiman komentar Jastiar, salah seorang ahli waris, kepada gamawanews.com Kamis (25/9). beliau mengemukakan. lahan yang disengketakan merupakan warisan leluhur yang telah dikuasai turun-temurun, dan selama ini dirawat ahli waris bersama masyarakat kata Jastiar.

Polemik bermula dari terbitnya SKT ( Surat Keterangan Tanah ) pada tahun 2022 yang dikeluarkan oleh 8

⁸Kepala Desa Tanjung kepada seorang warga bernama Sugiyanto. Penerbitan SKT tersebut dinilai bertentangan dengan alas hak tahun 1960 serta tidak sesuai dengan batas tanah yang sebenarnya jelas Jastiar.

Berdasarkan surat Grand 1960, Datuk Kami menguasai tanah tersebut tanpa pernah ada masalah hukum. Justru setelah SKT tahun 2022 terbit berdasarkan Grand 1970, posisi Kami seolah-olah dihapus, padahal tidak pernah ada peralihan alas hak kepada pihak lain ujar Jastiar.

Ditempat terpisah, warga Darul Takzim H.Kodim alias Kadimun yang menguasai lahan itu secara turun-temurun sejak era 1960-an. Dalam komentar di kediamannya, menyatakan, selama ini tidak pernah terjadi perselisihan terkait tanah tersebut. Persoalan baru muncul sejak pembebasan lahan oleh PT ITA pada 2020 dan terbitnya SKT tahun 2022 atas nama Sugiyanto, yang diduga masuk ke wilayah peta tanah yang semestinya tidak bisa diterbitkan SKT oleh Desa ucap Kodim.

Kembali menurut Jastiar, Ahli waris juga menyinggung persoalan dana kompensasi perusahaan migas yang pernah disalurkan melalui pemerintah desa, pihaknya tidak pernah menuntut bagian dari dana tersebut, ahli waris secara sukarela menyerahkan sebagian untuk pembangunan rumah ibadah di Desa Tanjung dan Darul Takzim ungkap Jastiar.

Namun, Jastiar menyoroti adanya dugaan penyalahgunaan dana titipan senilai Rp134 juta, yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan dua masjid. sementara Berdasarkan pengakuan Ketua Masjid Darul Takzim, Lufi bin Haji Kodim, pihaknya hanya menerima bantuan sebesar Rp5 juta dari dana tersebut. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi pengelolaan dana infaq kata Jastiar.

 Wajar jika kita bertanya, ke mana sisa uang tersebut. Kami minta pertanggungjawaban Kepala Desa Tanjung M. Annas dan Kepala Dusun Martono sebagai pihak yang menerima langsung dana kompensasi atas nama desa. Saat menerima uang, kepala desa bahkan menggunakan pakaian dinas, jelas Jastiar.

Kontradiksi dalam pernyataan Kepala Desa Tanjung. Di satu sisi, kepala desa menyebut ahli waris tidak memiliki hak atas tanah tersebut. Namun di sisi lain, pemerintah desa justru menyerahkan dana kompensasi dari PT ITA sebesar Rp303 juta kepada pihak ahli waris, ahli waris juga menilai penerbitan SKT pada tahun 2022 melanggar regulasi agraria. Pasalnya, berdasarkan undang-undang, lahan yang sudah masuk dalam peta wilayah tidak dapat lagi diterbitkan SKT oleh pihak desa, Kami menilai ada penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan surat tanah sekaligus pengelolaan dana umat. Sengketa ini tidak boleh menutup fakta sejarah penguasaan tanah leluhur kami, ujar Jastiar.

Ahli waris juga menghimbau kepada Kepala Desa Tanjung untuk berhenti menyampaikan opini sepihak di Media yang dinilai menyesatkan masyarakat. Mereka meminta agar penyelesaian sengketa dilakukan secara terbuka dengan mengedepankan bukti otentik serta asas keadilan ucap Jastiar.( Redaksi )

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama